Hubungan kerja Dewan Pengawas dan Direksi dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip dasar:
Board manual merupakan pedoman bagi Dewan Pengawas dan Direksi yang bertujuan untuk:
Dengan Board Manual dalam hubungan kerja antara Dewan Pengawas dan Direksi maka semua kegiatan BPJS Ketenagakerjaan dapat dilaksanakan secara harmonis dengan mengacu kepada prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
BPJS Ketenagakerjaan memiliki Peraturan Dewan Pengawas dan Peraturan Direksi tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Wewenang yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Board Manual menekankan kepada:
Kode Etik BPJS Ketenagakerjaan merupakan sekumpulan norma atau nilai yang tidak tertulis yang diyakini oleh karyawan sebagai suatu standar perilaku berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika kerja. Kode Etik BPJS Ketenagakerjaan harus dipatuhi oleh seluruh Direksi dan Karyawan BPJS Ketenagakerjaan.
Fungsi Kode Etik BPJS Ketenagakerjaan
Kode Etik Kelembagaan
Berisi tentang hal-hal sebagai berikut:
Insan BPJS Ketenagakerjaan berimaan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bekerja sebagai ibadah untuk memberikan manfaat dan nilai bagi pekerja, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Insan BPJS Ketenagakerjaan selalu bersikap profesional, inovatif, dan bersungguh-sungguh dalam mengupayakan hasil terbaik untuk memberikan manfaat serta nilai tambah bagi organisasi dan lingkungan.
Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa memulai dari dirinya sendiri untuk berperilaku sesuai dengan norma, etika dan peraturan yang berlaku sehingga dapat menjadi contoh (role model) bagi lingkungan sekitarnya.
Insan BPJS Ketenagakerjaan mampu membangun kerjasama, keselarasan dan mengutamakan keberhasilan bersama.
Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa dapat menjaga amanah, jujur, satu dalam kata dan perbuatan, dapat dipercaya, serta berkomitmen untuk patuh pada norma dan peraturan yang berlaku.
Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa peduli pada peserta, lingkungan kerja, dan organisasi sehingga ikut merasa bertanggungjawab dan secara tulus berpartisipasi aktif untuk membawa kemajuan organisasi.
Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa bekerja dengan sukacita, proaktif, serta bersemangat dalam melaksanakan pekerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan menjalankan seluruh kegiatan pengelolaan program jaminan dan pengelolaan dana amanah jaminan sosial ketenagakerjaan dengan prinsip kehati- hatian serta tata kelola yang baik (good governance). Salah satu upaya yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan adalah melalui sertifikasi ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan.
BPJS Ketenagakerjaan telah mengimplementasikan ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan pada proses bisnis investasi dan kepesertaan. Mengingat dana kelolaan di BPJS Ketenagakerjaan hingga akhir tahun 2021 mencapai Rp 553,5 triliun dan luasnya cakupan kepesertaan dimana sampai pada tahun 2021 jumlah peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan tercatat hingga 30,66 juta orang. Sehingga membuat BPJS Ketenagakerjaan sadar akan adanya celah-celah atas risiko penyuapan dalam pengelolaannya yang harus dimitigasi.
Setelah menjalani proses sertifikasi Sistem Manajemen Anti Penyuapan sesuai dengan standar internasional dan juga BSN, BPJS Ketenagakerjaan telah memperoleh sertifikat ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan pada bulan Januari 2022. BPJS Ketenagakerjaan secara konsisten akan menerapkan standar Sistem Manajemen Anti Penyuapan melalui Kebijakan Anti Penyuapan kepada seluruh Insan BPJS Ketenagakerjaan dengan prinsip 4 FIGHTs: Fight Bribery, Fight Gratification, Fight Fraud, Fight Luxuries Hospitality.
Sistem Manajemen Anti Penyuapan
Sertifikat Sistem Manajamen Anti Penyuapan Proses Bisnis Investasi
Sertifikat Sistem Manajamen Anti Penyuapan Proses Bisnis Kepesertaan
Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari semua kegiatan organisasi.
Pendekatan terstruktur dan komprehensif terhadap manajemen risiko berkontribusi terhadap hasil yang konsisten dan terstruktur
Kerangka kerja dan proses manajemen risiko disesuaikan dan proporsional dengan konteks eksternal dan internal organisasi yang berkaitan dengan sasarannya.
Pelibatan pemangku kepentingan yang sesuai dan tepat waktu dari dengan mempertimbangkan pengetahuan, pandangan, dan persepsi mereka, sehingga akan meningkatkan kesadaran risiko.
Risiko dapat muncul, berubah, atau hilang seiring perubahan konteks eksternal dan internal organisasi. Manajemen risiko mengantisipasi, mendeteksi, mengakui, dan menanggapi perubahan dan peristiwa tersebut secara sesuai dan tepat waktu.
Masukan manajemen risiko didasarkan atas informasi historis, saat ini, dan juga harapan masa depan. Informasi sebaiknya tepat waktu, jelas, dan tersedia bagi pemangku kepentingan yang relevan.
Perilaku dan budaya manusia secara signifikan memengaruhi semua aspek manajemen risiko pada semua tingkat dan tahap.
Manajemen risiko diperbaiki secara berkelanjutan berdasarkan pengalaman dan pembelajaran.
KRI atau indikator-indikator risiko kunci adalah hal atau peristiwa yang dapat memberikan indikasi awal adanya peningkatan eksposur suatu risiko.
Merupakan indikator preventif, yang dapat digunakan untuk memprediksi potensi kejadian atau risiko di masa yang akan datang, dan berhubungan dengan penyebab risiko. Contoh : Kekurangan personil pelayanan di unit kerja dapat menjadi leading indicator terhadap risiko ketidakpuasan peserta terhadap pelayanan BPJS Ketenagakerjaan.
Merupakan coincident indicator, yaitu potret mengenai eksposur risiko saat ini. Contoh : Jumlah keluhan pelanggan saat ini merupakan current indicator terhadap ketidakpuasan peserta terhadap pelayanan BPJS Ketenagakerjaan saat ini.
Merupakan indikator yang lebih bersifat detektif yang memberikan informasi historis mengenai penyebab terjadinya kerugian atau eksposur risiko. Contoh : Hasil pengukuran Indeks Kepuasan Pelanggan merupakan lagging indicator yang dihasilkan dari persepsi pengalaman pelanggan atas pelayanan BPJS Ketenagakerjaan yang diterimanya.
Menurut ISO 31000:2018 Risk Management-Guideline, manajemen risiko bertujuan : Menciptakan dan melindungi nilai, dalam bentuk :
Pencapaian nilai tertinggi bagi organisasi adalah tercapainya visi organisasi yang mengandung misi dan nilai-nilai yang dianutnya.
Kejadian kerugian dapat dilaporkan oleh pemilik risiko (risk owner) melalui aplikasi SIMRK.
Sumber Database LEM:Berdasarkan PERDIR/ 22 /082018 tentang Kebijakan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan “Risiko adalah potensi kejadian suatu peristiwa yang dapat menyebabkan hasil yang tidak diinginkan dari suatu pencapaian sasaran / tujuan”.
- Masalah :
1. Efek | : | Penyimpangan dari yang diharapkan |
2. Ketidakpastian | : | Suatu keadaan yang tidak bisa ditentukan |
3. Sasaran | : | Satu titik yang ingin dicapai |
Untuk mencegah terjadinya kecurangan (fraud) dalam penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), serta dalam rangka penerapan tata kelola yang baik (Good Governance) maka Direksi BPJS Ketenagakerjaan membuat Sistem Pengendalian Kecurangan (Fraud Control System).
Fraud Control System merupakan sistem pengendalian yang dirancang secara spesifik untuk mencegah & menangkal, mendeteksi, dan menindak kejadian berindikasi fraud. BPJS Ketenagakerjaan sendiri mendefinisikan fraud sebagai tindakan yang dilakukan dengan sengaja, untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan sosial ketenagaker dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/ atau ketentuan BPJS Ketenagakerjaan yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara dalam hal ini Aset BPJS Ketenagakerjaan dan Aset Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Manajemen berkomitmen tidak memberikan toleransi adanya tindakan fraud (zero fraud tolerance) di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan dan akan menindak atau memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau ketentuan BPJS Ketenagakerjaan.
Untuk melakukan pengelolaan kegiatan pengendalian fraud di BPJS Ketenagakerjaan dibentuk Unit Pengendalian Fraud. Unit Pengendalian Fraud diketuai oleh Deputi Direktur Bidang Kepatuhan dan Hukum terdiri dari Unit Kerja yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan atribut Fraud Control System dan unit kerja terkait lainnya.
Implementasi Fraud Control System dilakukan dengan mengembangkan sistem pengendalian yang dirancang secara spesifik dalam upaya pencegahan, pendeteksian, dan penindakan kejadian berindikasi fraud, dengan ditandai adanya 10 atribut-atribut Fraud Control System:
Atribut 1, Kebijakan Anti Fraud yang terintegrasi;
Dipenuhi dengan tersedianya Peraturan Direksi yang mengatur mengenai Pengendalian Kecurangan.
Atribut 2, Struktur Pertanggungjawaban Pengendalian Fraud;
Dipenuhi dengan dibentuknya Unit Pengendalian Fraud, dengan diketuai Deputi Direktur Bidang Kepatuhan dan Hukum.
Atribut 3, Penilaian Risiko Fraud dalam hal ini disebut sebagai Fraud Risk Assessment;
Atribut 4, Kepedulian Karyawan atas Kejadian Fraud;
Dilakukan sosialisasi yang berkelanjutan kepada seluruh karyawan, sejak Diklat Persiapan Kerja hingga Diklat Tingkat Advance untuk karyawan yang akan menduduki jabatan Level 1, pembentukan Tunas Integritas di seluruh unit kerja BPJS Ketenagakerjaan, pembentukan Penyuluh Anti Korupsi dan Ahli Pembangun Intergitas yang tersertifikasi LSP KPK.
Atribut 5, Kepedulian Peserta BPJS Ketenagakerjaan dan Masyarakat atas Kejadian Fraud;
Peserta dan masyarakat dapat melaporkan kejadian fraud yang terjadi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan melalui Whistleblowing System (WBS).
Atribut 6, Sistem Pelaporan Kejadian Fraud;
Aplikasi pelaporan adanya indikasi fraud dapat diakses https://wbs.bpjsketenagakerjaan.go.id/
Atribut 7, Perlindungan kepada Pelapor;
Manajemen berkomitmen untuk melindungi semua upaya partisipasi karyawan, peserta, dan masyarakat yang menyampaikan kejadian fraud.
Atribut 8, Prosedur Investigasi;
Dipenuhi dengan adanya pedoman prosedur standar investigasi terhadap fraud oleh Satuan Pengawas Internal dan prosedur pemeriksaan oleh Deputi Direktur Bidang Human Capital.
Atribut 9, Penindakan dan Pengungkapan kepada Pihak Eksternal;
Pelaporan kepada pihak eksternal atau aparat penegak hukum dilakukan sesuai dengan persetujuan Direktur Utama Ketenagakerjaan atas dasar Laporan Hasil Audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawas Internal.
Atribut 10, Standar Perilaku dan Disiplin Karyawan
Dipenuhi dengan dibuatnya Peraturan Direksi BPJS Ketenagakerjaan mengenai Kode Etik dan Manajemen Kepegawaian.
Pengendalian Gratifikasi
Untuk mendukung terwujudnya Indonesia yang bersih dari korupsi dan demi terselenggaranya pengelolaan sistem jaminan sosial nasional yang transparan dan akuntabel, BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk melakukan pengendalian gratifikasi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan.
Sebagai bentuk komitmen dalam pengendalian gratifikasi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan, Direktur Utama dan Ketua Dewan Pengawas secara bersama-sama dengan Pimpinan KPK telah menandatangani komitmen anti-korupsi pada tanggal 16 September 2016. Komitmen Bersama Pencegahan Korupsi Terintegrasi ini mencakup beberapa hal, di antaranya Komitmen BPJS Ketenagakerjaan dengan didukung KPK untuk mengembangkan Sistem Integritas Nasional dengan pendekatan budaya kerja dan spirit memakmurkan negeri serta penerapan pengendalian gratifikasi dalam mencegah dan memberantas korupsi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan.
Sebagai bentuk komitmen lainnya, seluruh Insan BPJS Ketenagakerjaan diwajibkan untuk melaporkan segala bentuk penerimaan, dan penolakan dari pihak yang memiliki benturan kepentingan. Untuk memudahkan dalam melakukan pelaporan gratifikasi, manajemen telah menyediakan sarana pelaporan melalui aplikasi yang dapat diakses secara online oleh seluruh Insan BPJS Ketenagakerjaan.
Tidak hanya digunakan untuk melaporkan gratifikasi, tetapi juga fraud serta benturan kepentingan.
Dalam rangka meningkatkan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi melalui gratifikasi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan dibentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) yang berfungsi melaksanakan sosialisasi, analisisa, pelaporan, monitoring, sosialisasi dan evaluasi implementasi pengendalian Gratifikasi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan kepada KPK.
Sebagai bentuk achievement atas upaya yang telah dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam melakukan pengendalian gratifikasi, BPJS Ketenagakerjaan mendapat penghargaan sebagai lembaga dengan UPG terbaik pada tahun 2017, 2018, dan 2020.
Merupakan sebuah komitmen bersama antara BPJS Ketenagakerjaan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dimana demi mendukung gerakan anti-korupsi, anti fraud dan anti gratifikasi, BPJS Ketenagakerjaan melakukan penguatan Sistem Integritas BPJS Ketenagakerjaan melalui Wistleblowing System, Unit Pengendalian Gratifikasi, Unit Pengendalian Fraud, Unit Pelayanan Pengaduan, Pelaporan Benturan Kepentingan, Pelaporan LHKPN, Kode Etik dan Nilai Budaya untuk memastikan tidak ada kesempatan korupsi di internal ataupun dengan pihak ekstemal.
Dengan ditandatanganinya komitmen pencegahan korupsi terintegrasi antara Direktur Utama, Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, maka KPK mendukung penuh BPJS Ketenagakerjaan dalam membangun Sistem Integritas Nasional di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan.
- UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
- UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- PER KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara sebagaimana telah diubah dengan PER KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Per KPK Nomor 7 Tahun 2016
Tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
- PERDIR/24/092021 Tentang Pedoman Pengelolaan Laporan harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan BPJS Ketenagakerjaan.
Sebagai wajib lapor, Penyelenggara Negara berkewajiban untuk:
Undang-undang 24 tahun 2011
Pengawasan dan Pemeriksaan
Petugas Pemeriksa
Tentang Tata Cara Pengawasan dan Pemeriksaan Atas Kepatuhan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Pasal 2 Kewenangan BPJS Ketenagakerjaan
Pasal 5 Tugas dan Fungsi Petugas Pemeriksa
Pasal 6 Wewenang Petugas Pemeriksa
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Petugas Pemeriksa berwenang untuk:
Pasal 7 Hak Petugas Pemeriksa
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Petugas Pemeriksa berhak:
Pasal 8 Kewajiban Petugas Pemeriksa
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Petugas Pemeriksa wajib:
Sistem Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh pimpinan dan seluruh karyawan dalam organisasi, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan yang meliputi:
Sistem Pengendalian Internal BPJS Ketenagakerjaan adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan Kantor Pusat, Kantor Wilayah dan Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan.
Sistem Pengendalian Internal terdiri atas 5 komponen sebagai berikut:
Dalam rangka memastikan sistem pengendalian internal telah memadai dan berfungsi dengan baik, maka BPJS Ketenagakerjaan membentuk Satuan Pengawas Internal.
Satuan Pengawas Internal adalah aparat pengawasan internal BPJS Ketenagakerjaan yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama.
Satuan Pengawas Internal merupakan bagian dari BPJS Ketenagakerjaan yang senantiasa harus melakukan aktivitas atau tugas yang dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi BPJS Ketenagakerjaan.
Peran Satuan Pengawas Internal adalah mendukung manajemen BPJS Ketenagakerjaan dengan melaksanakan kegiatan operasional dalam bentuk:
Dalam menjalankan peranan tersebut Satuan Pengawas Internal memiliki Kode Etik sebagai pedoman perilaku bagi seluruh karyawan Satuan Pengawas Internal. Kode Etik Satuan Pengawas Internal BPJS Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:
Wewenang Satuan Pengawas Internal sebagai unit yang independen sebagai berikut:
Aplikasi Whistleblowing System (WBS) BJPS Ketenagakerjaan adalah aplikasi pengelolaan dan tindak lanjut pengaduan serta pelaporan hasil pengelolaan pengaduan yang disediakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
WBS merupakan salah satu sarana bagi setiap pejabat/pegawai BPJS Ketenagakerjaan sebagai pihak internal maupun masyarakat luas pengguna layanan BPJS Ketenagakerjaan sebagai pihak eksternal untuk melaporkan dugaan adanya pelanggaran dan/atau ketidakpuasan terhadap pelayanan yang dilakukan/diberikan oleh pejabat/pegawai BPJS Ketenagakerjaan.
Beberapa tujuan dari WBS adalah sebagai berikut :
Ruang Lingkup Whistleblowing System (WBS):
WBS di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan dikelola oleh Komite Integritas yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama.
Komite integritas terdiri dari :
Laporan pengaduan dapat disampaikan melalui 2 mekanisme kepada Komite Integritas, yaitu:
Pelapor dapat menghubungi atau menyampaikan permasalahan pelanggaran secara langsung kepada Satuan Pengawas Internal BPJS Ketenagakerjaan.