Kecelakaan Kerja Makin Marak dalam Lima Tahun Terakhir
FOTO : Lataha (28), salah satu korban ledakan tungku smelter PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), di Morowali, Sulawesi Tengah, masih dirawat di RSUD Morowali, Rabu (27/12/2023).
Kecelakaan di tempat kerja makin marak dalam beberapa tahun terakhir. Melonjaknya jumlah klaim Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian ke BPJS Ketenagakerjaan menjadi indikatornya.
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah klaim Jaminan Kecelakaan Kerja atau JKK dan Jaminan Kematian atau JKM dari program jaminan sosial ketenagakerjaan selama 2019 hingga November 2023 terus melonjak. Dalam tren buruk ini, pemerintah berencana mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
”Selama lima tahun terakhir, tren klaim JKK dan JKM secara rata-rata terus mengalami kenaikan. Meningkatnya jumlah kepesertaan secara tidak langsung juga memengaruhi jumlah klaim yang dibayarkan. Selain itu, pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu pemicu meningkatnya kasus klaim JKM,” ujar Deputi Bidang Komunikasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Oni Marbun, Selasa (2/1/2024).
Selama lima tahun terakhir, tren klaim JKK dan JKM secara rata-rata terus mengalami kenaikan.
Berdasarkan data BPKS Ketenagakerjaan, jumlah klaim JKK pada 2019 tercatat 182.835 kasus. Selanjutnya, jumlah klaim JKK konsisten naik, 221.740 klaim pada 2020 dan 234.370 klaim pada 2021. Lantas pada 2022, jumlahnya naik lagi menjadi 297.725 klaim.
Sepanjang Januari -November 2023, jumlah kasus kecelakaan kerja yang mengajukan klaim JKK sudah mencapai 360.635 kasus. Kebanyakan kasus klaim JKK tersebut terjadi dalam perusahaan dan di perkebunan.
Pekerja menyelesaikan pembangunan proyek pembangunan infrastruktur Jalan Tol Layang Dalam Kota ruas Pulogebang-Sunter di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (7/3/2020). Berdasarkan data BPJamsostek, jumlah kecelakaan kerja selama kurun waktu tahun 2019 adalah 77.295 kasus atau turun 33,05 persen dari tahun sebelumnya.
Tren peningkatan juga terjadi pada jumlah klaim JKM. Jumlah klaim JKM pada 2019 mencapai 31.324 kasus. Jumlah klaim selanjutnya naik menjadi 32.094 klaim pada 2020 dan 104.769 klaim pada 2021. Pada 2022, tercatat 103.349 klaim. Sepanjang Januari -November 2023, jumlah klaim melonjak menjadi 121.531 kasus.
Oni menyampaikan pula, hingga 30 November 2023, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan JKK sebanyak 360.000 kasus klaim dengan total nilai Rp 2,79 miliar. Hingga periode yang sama, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan JKM sebanyak 121.000 kasus klaim dengan total nilai Rp 2,94 miliar.
Sepanjang Januari- November 2023, jumlah klaim JKM melonjak menjadi 121.531 kasus.
JKK memiliki manfaat perawatan dan santunan. Sementara manfaat JKM berupa santunan kematian kepada ahli waris supaya dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak ketika peserta meninggal.
Syarat menerima manfaat JKK dan JKM adalah pekerja dan perusahaannya tercatat sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Artinya, jika pekerja dan perusahaan tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau ahli waris dari korban meninggal akibat kecelakaan kerja tidak berhak atas jaminan sosial ketenagekerjaan.
Pekerja bergelantungan melakukan perawatan gedung di kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (12/10/2023). Sesuai laporan tahunan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, pada 2020 terdapat 221.740 kasus angka kecelakaan kerja. Berikutnya, pada 2021 terdapat 234.370 kasus. Adapun sepanjang Januari-November 2022 tercatat 265.334 kasus.
Ketua Advisory Board Indonesia Network of Occupational Safety and Health Professionals atau INOSHPRO (organisasi profesi K3 di Indonesia), Tan Malaka, mengatakan, kasus kecelakaan kerja yang menimbulkan kematian atau multiple fatality sebenarnya juga marak terjadi.
INOSHPRO menilai, ledakan salah satu tungku smelter PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, yang mengakibatkan sekitar 20 pekerja meninggal pada 24 Desember 2023 sebagai puncak kasus kecelakaan kerja dengan multiple fatality.
Kasus kecelakaan kerja yang menimbulkan banyak kematian pun bukan hanya terjadi di sektor industri manufaktur, tetapi juga di sektor industri lain dan layanan publik. Dari catatan INOSHPRO, terjadi kebakaran di buffer zone area tangki timbun Plumpang yang menelan korban meninggal sekitar 35 orang pada 2023.
Beberapa tahun sebelum 2021 juga terjadi kasus kecelakaan kerja dengan banyak kematian. Sebagai contoh, pada 2015 terjadi kebakaran di perusahaan parfum di Bekasi yang mengakibatkan 29 orang meninggal.
Pada 2017 terjadi kebakaran dan ledakan pabrik petasan di Tangerang yang membuat 49 orang meninggal. Pada 2019 terjadi kebakaran pabrik korek api di Binjai yang menelan korban meninggal 30 orang.
Tan berpendapat, tingkat kekerapan dan keparahan atas semua kecelakaan yang terjadi pada 2023 dan beberapa tahun sebelumnya termasuk tinggi. Padahal, pada dasarnya kecelakaan kerja dapat dicegah.
Oleh karena itu, setiap kasus kecelakaan di tempat kerja semestinya diinvestigasi supaya tahu faktor penyebab dan akar masalah secara komprehensif dan setuntas mungkin. Hasilnya bisa menjadi pembelajaran berharga bagi dunia usaha dan industri untuk pencegahan kasus kecelakaan.
”Agar hasil investigasi dan rekomendasi lebih optimal, terutama untuk kasus kecelakaan dengan multiple fatality seperti ledakan tungku smelter di Morowali baru-baru ini, kami menyarankan perlu dibentuk tim indenpenden yang terdiri dari publik dan profesional. Pelibatan kelompok ini bertujuan agar semakin obyektif,” ujar Tan.
Dia menambahkan, INOSHPRO mendorong semua perusahaan dari sektor industri yang memiliki potensi risiko bahaya tinggi sebaiknya dapat memberikan jaminan terhadap pengelolaan risiko. Mereka minimal wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sesuai ketentuan regulasi ataupun standar industri yang lebih tinggi.
Sementara itu, pemerintah berencana mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini menjadi landasan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja selama ini.
”Kami melihat Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sudah sangat lama dan kedaluwarsa. Kami usulkan agar dibuat tim untuk revisi (yang melibatkan kementerian/lembaga lain),” ujar Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor, Selasa (2/1/2024), di Jakarta.
Pemerintah berencana mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Selain alasan perkembangan industri, dia mengatakan bahwa usulan revisi UU No 1 Tahun 1970 juga mempertimbangkan konsistensi penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Tujuannya adalah untuk mendukung stabilitas investasi yang masuk ke Indonesia. Dalam UU No 1 Tahun 1970, pihak yang melakukan pelanggaran K3 hanya dikenai kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling tinggi Rp 100.000.
Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar berpendapat, kasus kecelakaan kerja yang di antaranya sampai mengakibatkan multiple fatality diduga karena kelalaian pekerja ataupun manajemen perusahaan.
Dari sisi perusahaan, dia mengamati masih ada sejumlah manajemen yang abai terhadap sistem manajemen K3 sehingga peralatan, mesin, dan lingkungan kerja tidak terkontrol rutin.
Dari sisi pekerja pun masih ada yang abai terhadap keselamatan bekerja. Misalnya, tidak patuh petunjuk K3 dan tidak peduli terhadap lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Pegawai pengawas K3 juga tidak secara rutin melakukan pemantauan dan evaluasi K3 ke perusahaan-perusahaan secara periodik. Akibatnya, ketika terjadi kecelakaan kerja, termasuk kebakaran dan ledakan di suatu perusahaan, pegawai pengawas K3 cenderung lambat mengambil kesimpulan dan mengambil tindakan.
”Kecelakaan kerja bukan semata-mata mengenai mudah-tidaknya klaim JKK dan JKM (jika pekerja terdaftar sebagai peserta jaminan sosial ketenagakerjaan). Kecelakaan kerja adalah masalah kemanusiaan bagi pekerja yang jadi korban kecelakaan dan keluarganya. Jika kecelakaan kerjanya fatal, seperti pekerja jadi cacat total ataupun meninggal, ini akan menimbulkan masalah bagi keluarganya,” kata Indra.
Program Officer International Labour Organization (ILO) Indonesia dan Timor Leste Abdul Hakim mengatakan, upaya yang lebih mendesak sekarang untuk Indonesia adalah optimalisasi keberadaan panitia pembina K3 (P2K3) yang dibentuk bipartit antara manajemen perusahaan dan pekerja.
Pembentukan P2K3 adalah amanat UU No 1 Tahun 1970. Melalui P2K3, perwakilan manajemen dan pekerja bisa senantiasa berbagi informasi risiko kerja lalu memaksakan perbaikan kepada pemilik perusahaan.
Upaya yang lebih mendesak sekarang untuk Indonesia adalah optimalisasi keberadaan panitia pembina K3 (P2K3) yang dibentuk bipartit antara manajemen perusahaan dan pekerja.
Dia khawatir, P2K3 yang sudah dibentuk di sejumlah perusahaan berisiko tinggi ataupun perusahaan dengan jumlah pekerja di atas 100 orang sebatas formalitas.
”Keterlibatan ahli K3 (dalam pembinaan) akan menjadi suatu keuntungan sehingga penyebab utama kecelakaan di tempat kerja dapat dicegah di kemudian hari. K3 perlu menjadi kepedulian semua pihak dalam ekosistem ketenagakerjaan, bukan hanya lembaga tripartit daerah/nasional, tetapi juga mereka yang bergumul dalam bidang investasi dan keuangan,” kata Abdul.
Editor:
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
Berita Terkait
BPJS Ketenagakerjaan Surakarta Gelar Acara Media Gathering
Kamis, 19 Desember 2024
BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Literasi Jamsostek PMI di Hari Migran
Kamis, 19 Desember 2024
Layanan Chat TanyaBPJAMSOSTEK